HP Lipat Kurang Diminati – Pasar ponsel layar lipat untuk pertama kalinya mencatatkan penurunan dalam sejarahnya. Menurut laporan dari Counterpoint Research, pasar global ponsel lipat mengalami kontraksi sebesar 1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun, meski menghadapi tantangan ini, Samsung tetap menjadi pemimpin di sektor ini, mempertahankan dominasinya di pasar.
Menariknya, pengapalan ponsel lipat Samsung juga mencatat penurunan signifikan hingga 21%. Bahkan, peluncuran produk andalannya, Galaxy Z Fold 6 dan Galaxy Z Flip 6, tidak cukup untuk mendorong pertumbuhan yang lebih besar. Penurunan ini menjadi tanda bahwa tren ponsel layar lipat mulai menghadapi saturasi, meskipun teknologi dan inovasi di sektor ini terus berkembang.
Data ini mencerminkan tantangan besar yang harus dihadapi para produsen, termasuk Samsung, untuk mempertahankan daya tarik ponsel layar lipat di tengah persaingan yang semakin ketat dan perubahan preferensi konsumen. Sementara itu, meskipun pasar menurun, Samsung masih memegang posisi sebagai raja di kategori ini, menunjukkan kepercayaan konsumen yang tetap kuat terhadap brand mereka.
Xiaomi dan Motorola Meningkat, Samsung Hadapi Persaingan Ketat
Sementara pasar ponsel layar lipat secara keseluruhan mengalami penurunan, beberapa pemain baru justru mencatatkan pertumbuhan pengapalan yang luar biasa. Xiaomi, Motorola, Honor, dan Huawei menjadi sorotan dengan peningkatan signifikan dalam pengapalan mereka dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Xiaomi mencatat lonjakan pengapalan hingga 185%, sementara Motorola tidak kalah mengesankan dengan peningkatan 164%. Hal ini menunjukkan bahwa merek-merek lain mulai mengukuhkan posisi mereka di pasar yang sebelumnya hampir sepenuhnya didominasi oleh Samsung.
Namun, Samsung menghadapi tekanan baru yang cukup serius. Penjualan Galaxy Z Fold 6 sedikit melemah dibandingkan pendahulunya, sementara Galaxy Z Flip 6 tidak mampu menyamai pencapaian penjualan Galaxy Z Flip 5 tahun sebelumnya.
Salah satu tantangan besar bagi Samsung datang dari Motorola, yang menawarkan alternatif kuat melalui Razr 50 dengan harga di bawah USD 1000, dan Razr 50 Ultra. Harga yang lebih kompetitif ini menjadi daya tarik utama bagi konsumen yang ingin mencoba ponsel layar lipat tanpa harus merogoh kocek sedalam produk premium Samsung.
Dengan para pesaing yang semakin agresif dan menawarkan inovasi serta harga yang kompetitif, Samsung perlu mengadopsi strategi baru untuk tetap mempertahankan posisinya sebagai pemimpin pasar di tengah dinamika yang terus berubah.
Peningkatan Xiaomi dan Huawei, Royole Technologies Bangkrut
Xiaomi mencatatkan peningkatan pengapalan yang paling signifikan di pasar ponsel layar lipat, setelah meluncurkan perangkat layar lipat pertamanya secara global, Mix Flip. Ponsel ini dirilis bersamaan dengan seri Xiaomi 14T di Jerman beberapa waktu lalu, memberikan momentum baru bagi Xiaomi untuk bersaing di sektor ini.
Tidak hanya Xiaomi, Huawei juga menunjukkan kinerja yang mengesankan dengan peningkatan pengapalan sebesar 23%. Sebagian besar peningkatan ini berasal dari pasar dalam negeri, China, di mana Huawei memiliki deretan produk kuat seperti Mate X5 dan Pocket 2. Selain itu, Huawei memperluas portofolionya dengan meluncurkan Nova Flip, ponsel layar lipat yang lebih terjangkau, serta Mate XT Ultimate, perangkat inovatif dengan layar yang bisa dilipat hingga tiga bagian.
Namun, di tengah optimisme pasar, kisah ironis datang dari Royole Technologies, produsen ponsel layar lipat pertama di dunia, yang kini dinyatakan bangkrut. Royole, yang didirikan pada 2012 oleh Bill Liu, pernah menjadi pionir dalam teknologi layar lipat dengan meluncurkan Royole FlexPai pada 2018.
FlexPai, yang mulai dijual secara umum pada 2019, menawarkan layar AMOLED berukuran 7,8 inci dengan resolusi 1440p dan rasio 4:3. Namun, desainnya yang berbeda dengan ponsel layar lipat modern—memiliki satu layar besar di sisi luar dengan bezel tebal—tidak mampu bersaing dengan perangkat yang lebih canggih dari merek lain.
Menurut laporan dari IT Home, Finance Sina, dan East Money, Pengadilan Kota Shenzhen mengonfirmasi bahwa Royole tidak mampu membayar utang-utang mereka dan asetnya tidak cukup untuk menutup kewajiban finansial perusahaan. Ini menjadi pengingat bahwa menjadi pionir teknologi tidak selalu menjamin keberhasilan dalam jangka panjang, terutama jika gagal bersaing dengan inovasi yang terus berkembang.
Baca juga artikel kesehatan lainnya.